Jumat, 08 Juni 2012

BUDAYA POLITIK

BAB VI BUDAYA POLITIK PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Budaya Politik merupakan suatu hal yang meliputi sikap-sikap dari warga suatu Negara terhadap kehidupan pemerintahan dan politiknya. Dalam konteks sebuah Negara budaya politik itu sering kali diwarisi dan dibentuk oleh Sosialisasi politik1 di Negara tersebut. Terkadang hal ini terjadi pada waktu adanya perubahan besar ataupun terjadi sebuah peristiwa yang besar pula , misalnya terbentuknya sebuah Negara baru. Sosialisasi politik dapat menciptakan sebuah budaya politik yang baru sama sekali. Hal inilah yang dialami oleh Pakistan ketika pertama kali terbentuk sebagai sebuah Negara dengan ideology Islam. Negara ini sempat menjadi rujukan dalam hal gagasan Negara Islam bagi partai-partai Islam di Negara mayoritas muslim, karena banyak Negara yang beranggapan bahwa dengan sebuah konsep Negara Islam maka akan dipercaya dapat memperbaiki tatanan kehidupan bernegara suatu Negara yang semakin hari semakin terdesak oleh arus modernisasi sekuler dan kekuatan-kekuatan ekonomi liberal utama aktor dunia Secara ideal ajaran dari pendapat ini sebenarnya tidaklah salah. Tetapi, ada satu hal fundamental yang terkadang sering dilupakan, yakni kondisi sosiokultural- intelektual umat Islam yang sedikit terkebelakang sama sekali dirasa belum siap untuk mendukung gagasan mewah berupa sebuah negara modern. Umat Islam yang selama berabad-abad terkurung dalam pasungan budaya politik dinastik-otoritarian-kekhilafahan menjumpai kesulitan yang luar biasa untuk menciptakan sebuah negara egalitarian di era pascakolonial. Islam seolah-olah tidak berdaya menjadi kekuatan mediasi dalam meredam konflik sesama Muslim, karena memang belum pernah dijalankan secara serius oleh pemimpin-pemimpin di dunia Islam. Pakistan yang diidolakan itu ternyata kemudian juga gagal memenuhi harapan untuk menjadi sebuah Negara yang demokrasi berasaskan dengan nilainilai Islam. konflik suku yang beragam dan sengketa politik yang sering berkuah darah diantara para elite politiknya serta kudeta militer telah terjadi berkali-kali di Negara ini. Naiknya Asif Ali Zardari sebagai Presiden Pakistan yang baru menggantikan posisi Pervez Musharaff lewat kemenangan mutlak suara di pemilu 2008, menjadi sebuah udara segar bagi rakyat Pakistan yang sudah jengah terhadap konflik yang masih terus berlangsung di negaranya, hal inilah yang membuat penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang Pengaruh Budaya Politik dan Legitimasi Elite Pakistan Terhadap Kemenangan Asif Ali Zardari dalam Pemilihan Presiden Pakistan 2008. ISI 1. Pengertian Menurut Almond dan Verba, dalam bukunya The Civic Culture (budaya politik kewarganegaraan) menyatakan bahwa ’’ budaya politik merupakan sikap individu terhadap sistem politik dan komponen-komponennya juga sikap individu terhadap peranan yang dapat di mainkan dalam sebuah sistem politik.Kemudian Lary Diamond, ahli politik yang menekuni tentang perkembangan penelitian mengenai budaya politik seebagai keyakian, sikap, nilai, ide-ide, sentimen dan dialokasikan evluasi suatu masyarakat tentang sistem politik nasionalnya dan peran dari masing-masing individu dalam sistem itu.Atau secara praktis, budaya politik merupakan seperangkat nilai-nilai yang menjadi dasar para aktor untuk menjalankan tindakan-tindakan dalam ranah politik. 2. Sistem Politik sebagai Obyek budaya Politik • sistem politik Sistem politik: didefinisikan sebagai tindakan yang berhubungan dengan ’’keputusan-keputusan mengikat’’ suatu masyarakat.Unit sistem politik adalah tindakan-tindakan politik.Input dalam bentuk permintaan dan dukungan menjadi masukkan sistem politik.Output dalam bentuk keputusan dan tindakan politik.Jika memuasakan membangkitkan dukungan, dan jika sebaiknya akan melahirkan tuntuan baru. • Sistem politik sebagai obyek budaya politik oleh David Easton, diberi pengertian sebagai seperangkat interaksi yang diabstrakkan, di mana nilai-nilai dialokasikan terhadap masyarakat.Dengan kata lain, sistem politik merupakan bagian dari sistem sosial yang menjalankan alokasi nilai-nilai (dalam bentuk keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan) yang bersifat otoratif.Untuk menggabarkan cara bekerjanya sistem politik (David Easton) (lihat pada diagram 1) Diagram Sistem Politik permintaan input keputusan output dukungan dan tindakan Keterkaitan budaya politik dengan sistem politik olehAlmond dan Powell bahwa budaya politk merupakan ’’dimensi psikologi dari sistem politik’’. 3. Komponen budaya politik 1. bersifat kognitif meliputi pengetahuan/pemahaman dan keyakinan-keyakinan individu tentang sistem politik dan atributnya, seperti ibu kota negara, lambang negara, kepala negara, batas-batas negara, mata uang yang dipakai, Pemilu/pemilukada, partai politik, fungsi DPR/DPRD, Partai politik dsb 2. bersifat afektif: menyangkut perasaan-perasaan atau ikatan emosional yang dimiliki oleh individu terhadap sistem politikcontoh: persaan optimis bahwa Pemikada langsung dpat memperoleh kepala daerah yang lebih berkualitas dan lebih dekat dengan rakyat 3. bersifat evaluatif: mengkut kapasitas individu dalam rangka memberikan penilaian terhadap sistem politik yang sedang berjalan dan bagimana peran indivu di dalamnya.contoh: komitmen untuk mendukung pelaksanaan Pimiluka langsung sesaui dengan aturan main 4. nilai-nilai budaya politik sistem politik yang dianut oleh suatu negara secara sederna dapat digonngkan ke dalam sistem politik demokrasi dan sistem politik otoriter, maka budaya politik itu dapat bersifat demokratis dan otoriter. Nilai-nilai budaya politik demokrasi Nilai-nilai budaya politik otoriter Egalitarian Pluralisme Terbuka Dialogis Persuasif Pemilihan Independesi tinggi Feodal Homogin Tertutup Dogmatis Represif Penunjukan Dependensi yang tinggi II. TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK a. budaya politik parokial Bahwa individu-individu memiliki pengharapan dan kepedulian yang rendah terhadap pemerintah dan pada umumnya tidak merasa terlibat.Sehingga masyarakat yang bertipe budaya politik parokial dapat pula dikatakan memiliki ciri antara lain tidak memiliki orentasi atau pandangan sama sekali baik berupa pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan penilain (evaluasi) terhadap obyek politik (sistem politik). b.budaya politik subyek budaya politik subyek jikasuatu masyarkat terdapat frekuansi orintasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan obyek output atau pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. c.budaya politik partisipan memiliki orientasi terhadap seluruh obyek politik secara keseluruhan (input, output) dan terhadap diri sendiri sebagai aktor politik, ia disamping aktif memberikan masukan atau aktif mempengaruhi pembuatan kebijakan publik (input) juga aktif dalam implementasi atau pelaksanaan kebijakan publik (output) PERKEMBANGAN TIPE BUDAYA POLITIK MENURUT GREERT a.budaya politik abangan budaya politik abangan adalah budaya politik masyarakat yang menekankan aspek-aspek animisme atau kepercayaan terhadap adanya roh halus yang dapat mempengaruhi hidup manusia.Semacam PKI dan PNI b. budaya politik santri budaya politik santri adalah budaya masyarakat yang menekankan aspek-aspek keagamaan khususnya agama Islam.Pada masa lalu, kelompoksantri cenderung berafiasai pada partai NU, atau Masyumi.Kini, mereka berafialiasi pada partai seperti PKS, PKB, PPP dan partai berbasis islam lainnya. c.budaya politik priayi budaya politik priayi adalah budaya politik masyarakat yang menekankan keluhuran tradisi.Kelompok priayi sering kali dikontraskan dengan kelompok petani.Pada masa lalu, kelompok masyarakat priyayi berafiliasi dengan partai PNI.Kini, mereka berafiliasi dengan partai Golkar. TIPE BUDAYA POLITIK YANG BERKEMBANG DI INDONESIA 1. sebelum terbentuknya negara RI adalah kedualatan rakyat Bung Hatta menunjukkan pijkakan budaya demokrasi itu sebenarnya tidak asing bagi rakyat indonesia, kerna tiga sifat utama yang dikandungnya, cita-cita rapat, cita-cita protes massa, cita-cita tolong menolong telah dikenal dalam demokrasi tua di tanah air kita. Sedangkan Kuntowijoyo (1999) menatakan ada 2 pusaka budaya politik bangsa yaitu afirmatif (pengukuh kekeuasaan) yang feodalistik yang merupakan tradisi politik BU (BUDI UTOMO) dan budaya politik critical (pengawas terhadap kekusaan) yang demokratis sebagai tradisi politik SI (Serikat Islam). Ketegangan antara budaya politik feodalistik dan budaya demokNGKrasi terlihat dari pendapatnya Soetatmo dan dr.Tjipto Mangungkusumo. Soetatmo: melihat dari segi budaya, budaya jawa sejak zaman pergerakan nasional telah mendominasi. Dr.Tjipto Mangukusumo: melihat dari segi ideal dari kepentingan politik bahwa masyarakat majemuk indonesia lebih tepat dikembangkan sebagai negara kesatuan yang menunung tinggi kemajemukan.Negara yang menunjung tinggi kememukan adalah negara demokratis. Dengan demikian meskipun dalam masyarakat indonesia sebelum kemedekaan telah memiliki potensi budaya politik demokrasi atau budaya politik partisipan, tetapi juga masih dibarangi dengan kuatnya paham feodalisme.Berkembang tuan dan kauala yang dapat mendorong budaya bertipe parokial kerena masyarakat dikelompokkan atas ’’wong gede’’ dengan ’’wong cilek’’.Solidaritas kelompok yang kuat dapat mendorong peran politik yang berkembang hanya sebatas berorientasi kepada ikat kelompok. 2. setelah indonesia merdeka pada masa demokrasi terpimpin budaya politiknya adaah budaya feodalistik yang mana dengan konsep negara igralistik (satu kesatuan) dengan konsepsi presiden, dengan slogam bahwa semua anggota keluarga harus makan di satu meja dan bekerja di satu meja untuk menganjurkan pembentukan kabinet gorong royong, yang terdiri dari semua partai besar dan mewakili aliran pemikiran nasioalis, Islam, komunis. Kondisi ini berkelanjutan pada masa orde baru di mana lembaga kepresidenan sangat dominan bahkan ada kesan sakral dari kritik dan kontrol rakyat Pada masa orde reformasi, dengan amandemen UUD 1945 maka pemgembangan kelembangaan negara tertama atara eksekutif dengan legislatif dikembangkan pada posisi yang sama kuat.Kembagaan negara untuk mendukung negara demokrasi dan negara hukum juga berkembang pesat dewasa ini kit mengenal: MK,KY,Komnas HAM, KPK,OMBUSMAN. III. PENGERTIAN SOSILISASI DAN PENGEMBANGAN BUDAYA POLITIK Pengertian Gabriel A. Almond Sosialisasi politik menunjukkan pada proses dimana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk, dan juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya. David F. Aberle, dalam “Culture and Socialization” Sosialisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku, yang menanamkan pada individu-individu keterampilan-keterampilan (termasuk ilmu pengetahuan), motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah diantisipasikan (dan yang terus berkelanjutan) sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari. Richard E. Dawson dkk. Sosialisasi politik dapat dipandang sebagai suatu pewarisan pengetahuan, nilai-nilai dan pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi yang lainnya kepada warga negara baru dan mereka yang menginjak dewasa. PROSES SOSIALISASI POLITIK Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak, presiden dan polisi. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang ekternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara (pemilu). Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi-institusi ini SARANA SOSIALISASI POLITIK Keluarga Sekolah Partai Politik Kelompok bergaul Media massa Perkejaan Kontak-kontak politik langsung Dalam proses sosialisasi politik, kedudukan sarana diatas sama pentingya.Besar tidaknya peranan sanarana-sarana di atas tergantung kepada: 1. tingkat intesitas interaksi antara individu dengan sarana yang ada 2. proses komunikasi yang berlangsung antara individu dengan sarana tadi 3. tingkat penekunan individu yang mengalami proses sosialisasi politik 4. umur individu yang bersangkutan Pentingnya Sosilisasi Pengemngan Budaya Politik Budaya politik di dalam masyarakat seharusnya mengalami perkembangan kea rah yang lebih baik.Untuk itu, dibutuhkan sebuah strategi di dalam masyarakat agar budaya politiknya dapat berjalan k earah yang lebih baik. Meneurut Samuel P.HUNTINTNGTON, modernisasi budaya politik ditandai oleh tiga hal, yaitu rasionalsisasi wewnang, difernsiasi struktur, dan perluasan peran serta masyarakat dalam politik. 1. sikap politik yang rasional dan otonom di dalam masyarakat dengan sikap ini masyarakat tidak lagi memilih satu pilihan pilihan politik berdasarkan apa yang dipilih oleh pemimpinnya, baik pemimmpin agama maupun pemimpin adat.masyarakat memilih karena pemilihannya sendiri berdasarkan penilaian untuk masa depan yang lebih baik.ia tidak lagi memilih dengan gaya dengan gaya pilihan yang bersikap ikut-ikutan. 2. difensiasi struktur maksudnya, sudah ada spesifikasi tugas yang perlu dilakukan.Dalam situasi ini, seseorang tidak lagi mengerjakan semua hal, misalnya, sebagai pemimpin agama dan juga sebagai politik.Bila dua tugas ini masih menyatu dalam satu orang atau satu institusi, berarti belum terjadi diferensiasi struktur di dalamnya. Dalam budaya politik yang modern, diferensiasi ini justru semekin jelas. 3. perluasan peran serta politik di dalam masyarakat masyarakat semakin sadar atau melek politik.Mereka menyadari bahwa pilihan politik yang mereka ambil akan menentukan nasib mereka ke depan. Bila ketiga indikator budaya politik ini sudah berkembang di dalam masyarakat maka budaya politik yang demokratis menemukan esensinya.Menurut Almond dan Verba, budaya politik demokratis merupakan gabungan dari budaya politik partisipan, subyek, dan parokial. BUDAYA POLITIK DI NEGARA LAIN Dalam The Civic Culture, Almond dan Verba mengemukakan hasil survei silang nasional (cross-national) mengenai kebudayaan politik. Penelitian mereka menyimpul¬kan bahwa masing-masing kelima negara yang ditelitinya, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, dan Meksiko, mempunyai kebudayaan politik tersendiri. Amerika dan Inggris dicirikan oleh penerimaan secara umum terhadap sistem politik, oleh suatu tingkatan partisipasi politik yang cukup tinggi dan oleh satu perasaan yang meluas di kalangan para responden bahwa mereka dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa sampai pada satu taraf tertentu. Tekanan lebih besar diletakkan orang-orang Amerika pada masalah partisipasi, sedangkan orang Inggris memperlihatkan rasa hormat yang lebih besar terhadap pemerintahan mereka. Kebudayaan politik dari Jerman ditandai oleh satu derajat sikap yang tidak terpengaruh oleh sistem dan sikap yang lebih pasif terhadap partisipasinya. Meskipun demikian, para respondennya merasa mampu untuk mempengaruhi peristiwa-peristiwa tersebut. Sedangkan di Meksiko merupakan bentuk campuran antara penerimaan terhadap teori politik dan keterasingan dari substansinya. VI. MEMAMPILKAN PERAN SERTA BUDAYA PARTISIPAN warga negara yang berbudaya politik partisipan digmbarkan oleh Gabreal dan Almond sebagai suatu bentuk kultur di mana anggota-anggota masyarakat cenderung diorentasikan secara eksplisit terhadap sistem sebagai keseluruhan terhadap struktur dan proses politik serta admistratif, dengan kata lain terhadap input dan utput dari sistem politik itu. Bebrapa sifat esensial yang dinilai dapat mewujudkan kepribadian yang demokratis, antara lain: Menurut Laswell kepribadian demokratis meliputi: a. sikap hangat terhadap orang lain b. menerima nilai-nilai bersama orang lain c. memiliki sederatan luas mengenai nilai-nilai d. menaruh kepercayaerhadap lingkungan e. memiliki kebebesan yang sifatnya relatif kecemasan Oleh karena itu sifat-sifat yang akan menjadi kendala bagi perwujudan warga negara yang demokratis perlu dihindari. Sifat-sifat tersebut antara lain: 1. konservatif: yaitu suatu sikap yang mengarah pada pembentukan sikap tertutup maupun sikap ekstrim 2. otoriter: perlu dihindari karena kebribadian yang bertentangan dengan kebribadian demokratis contih: pendapat-pendapat mereka mudah dibentuk oleh sentimen 3. budaya politik subyek: berupa adanya pengkuan dan kepatuhan kepada pemerintah tanpa pelibatan urusan pemerintah harus dihindari karena hanyaa menjadi subyek yang pasif.Padahal yang diharapakan masyarakat/negara yang demokratis adalah subyek yang aktif 4. berbudya politik parokial: tidak peduli trhadap sistem politiknya 5. stone citizen dan sponge citizen stone citizen: yaitu sukar merima pendapat orang lain dan sukar mengemukkan pendapatnya sendiri sponge citezen termasuk kelompok busa, di mana ia mau menerima pendapat orang lainn, dia aktif berpastisipasi, tetapi ia sukar mengemukkan idea, pendapat atas isiaitif sendiri (Nu’man somantri) KESIMPULAN Budaya politik partisipan adalah individu yang berorientasi terhadap strukturinputs dan proses dan terlibat didalamnya atau melihat dirinya sebagai potensialterlibat, mengartikulasikan tuntutan dan membuat keputusan.Budaya partisipan yaitu budaya dimana masyarakat sangat aktif dalam kehidupanpolitik, dan masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupunekonomi, tetapi masih bersifat pasif.Bentuk budaya politik partisipan yaitu budaya politik partisipan konvensional-legal dan inkonvensional-ilegal.Konvensional, artinya berdasarkan kesepakatan umum atau kebiasaan yang sudahmenjadi tradisi. Legal, artinya sesuai dengan undang  undang atau hukum yangberlaku. Jadi, partisipasi yang konvensional-legal berarti kegiatan politik yangdilaksanakan secara lazim berdasarkan peraturan perundang-undangan atauketentuan hukum yang berlaku.Lawan dari partisipasi konvensional legal adalah inkonvensional-ilegal ataupartisipasi politik inkonstitusional dengan cara kekerasan atau revolusi.Kekurangan politik yang melaksanakan partisipasi politik demikian biasanya tidakpernah mengindahkan etika berpolitik. Mereka lebih menyukai tindakankekerasan (anarkhis).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar