Kamis, 10 Mei 2012

NKRI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara geografis sebagian besar terletak pada kawasan rawan bencana alam dan memiliki banyak gunung berapi yang masih aktif. Mengingat hal tersebut tentunya NKRI berpotensi sering tertimpa bencana letusan gunung berapi dan bencana gempa bumi. Dalam mengantisipasinya, salah satu upaya yang diambil melalui pendekatan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan. Pendekatan penataan ruang dilakukan dengan penekanan pada perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi. Dengan demikian, dalam upaya pembangunan berkelanjutan melalui penciptaan keseimbangan lingkungan diperlukan pedoman penataan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi. Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi ini disusun dalam rangka melengkapi norma, standar, prosedur dan manual bidang penataan ruang yang telah ada. Salah satu dari pedoman tersebut adalah pedoman penyusunan dan peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah provinsi, kabupaten, dan kawasan perkotaan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang. Pedoman ini juga disusun dalam rangka menjabarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang antara lain Pasal 3 berserta penjelasannya dan penjelasan umum angka 2. Selain itu pedoman ini juga menjabarkan Undang- Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana khususnya Pasal 42, ayat (1), Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Di samping untuk melengkapi pedoman bidang penataan ruang yang telah ada, pedoman ini juga ditujukan untuk memberi acuan bagi pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam melaksanakan penataan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi. Dengan mengacu pedoman ini dapat meminimalkan kerugian yang terjadi akibat letusan gunung berapi dan gempa bumi, baik korban jiwa maupun materi, yang dilakukan melalui penataan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi sehingga dapat dipertahankan konsistensi kesesuaian antara pelaksanaan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang kawasan dimaksud. ISI NKRI Pengertian NKRI Asumsi bahwa Negara Indonesia yang sangat luas terpisah–pisah dan multikulturalisme akan menjadi hal yang sulit untuk mencapai satu bentuk negara kesatuan secara masif. Jauh di sana sudah muncul berbagai separatisme yang memilki fundamen kuat di atas grassroot. Berbeda dengan upaya pemerintah Indonesia untuk tetap menjaga keutuhan NKRI ini. Program otonomi daerah sebagai wujud pembagiaan kekuasaan (desentralisasi) dianggap menjadi solusi alternatif untuk menutup kran terjadinya disintegrasi bangsa. Karena masing–masing daerah akan diberikan kebebasan mengatur rumah tangga, mengelola sumber daya, membuat perda dan menyusun APBD mereka. Dari beberapa kalangan mengatakan bahwa otonomi daerah yang coba dikonsep oleh pemerintah sama halnya dengan menerapkan konsep Negara Federal. Otda yang dijalankan mungkin lebih federal karena yang diberi wewenang adalah masing–masing daerah kabupaten atau kota bukan provinsi. Bentuk geografis yang luas dan berkepulauan serta kondisi sosio-kultur yang sangat majemuk membuat negara kita rawan terrhadap terjadinya proses disintegrasi. Jika mau berpikir bijak, konsep Negara kesatuan sekarang kurang relevan jika diterapkan di Negara kita. Perlu sikap kritis melihat bagaimana proses penyatuan diri dan ungkapan perasaan senasib. Proses ini muncul tatkala Indonesia sedang dijajah hingga munculnya kesepakatan “bersatu” yang berasal dari perjuangan kedaerahan. Ungkapan perjuangan secara nasional hanya sebatas sebagai cover jika ternyata orang Jawa juga berjuang di Jawa. Sejarah yang mencatat penyatuan kebangsaan, kebahasaan, dan bertanah air dari para pemuda melalui ikrar Sumpah Pemuda pun patut dikaji ulang. Kita patut bertanya apakah para perwakilan dari Djong Java merupakan representasi dari masyarakat Jawa, pertanyaan serupa juga perlu ditujukan kepada para Djong Ambon, Djong Papua, Djong Sumatra, dan lainnya. Atau apakah mereka hanya perwakilan pelajar daerahnya? Hingga akhirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dianggap final sebagai satu konsensus konsep negara yang dicetuskan oleh para founding fathers negara ini. Banyak institusi yang dengan teguh berasumsi tidak ada negosiasi lagi mengenai bentuk negara kesatuan ini. Coba tanyakan hal ini ke lembaga militer, pasti tidak akan ada tawar menawar mengenai bentuk negara kesatuan. “NKRI is finnaly”. Namun disisi lain banyak opsan dan para tokoh intelektual mencoba menengok ke sebuah sistem tata negara yang lain sebagai satu ikhtiar mengakhiri derita kronis bangsa ini. ISI UUD 45 NKRI UNDANG - UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. BENTUK DAN KEDAULATAN Pasal 1 (1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik. (2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT Pasal 2 (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara. (3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak. Pasal 3 Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar dari ada haluan negara. KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA Pasal 4 (1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. (2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Pasal 5 (1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang- undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Pasal 6 (1) Presiden ialah orang Indonesia asli. (2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak. Pasal 7 Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Pasal 8 Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya. Pasal 9 Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut: Sumpah Presiden (Wakil Presiden): "Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa. "Janji Presiden (Wakil Presiden): "Sayaberjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa." Pasal 10 Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Pasal 11 Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Pasal 12 Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 13 (1) Presiden mengangkat duta dan konsul. (2) Presiden menerima duta negara lain. Pasal 14 Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Pasal 15 Presiden memberi gelaran, tanda jasa ,dan lain-lain tanda kehormatan. DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG Pasal 16 (1) Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang-undang. (2) Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah. KEMENTERIAN NEGARA Pasal 17 (1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. (2) Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden. (3) Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan. PEMERINTAHAN DAERAH Pasal 18 Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Pasal 19 (1) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan undang-undang. (2) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. Pasal 20 (1) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. Pasal 21 (1) Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan undang-undang. (2) Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disyahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. Pasal 22 (1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. (2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. (3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut. HAL KEUANGAN Pasal 23 (1) Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu. (2) Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang. (3) Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. (4) Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang. (5) Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. KEKUASAAN KEHAKIMAN Pasal 24 (1) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. (2) Susunan dan kekuasaan badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang. Pasal 25 Syarat-syarat untuk menjadi dan diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang. WARGA NEGARA Pasal 26 (1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. (2) Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 27 (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 28 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. AGAMA Pasal 29 (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. PERTAHANAN NEGARA Pasal 30 (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. (2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang. PENDIDIKAN Pasal 31 (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Pasal 32 Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. KESEJAHTERAAN SOSIAL Pasal 33 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal 34 Fakir miskin dan anak-anakyang terlantar dipelihara oleh negara. BENDERA DAN BAHASA Pasal 35 Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Pasal 36 Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia. PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR Pasal 37 (1) Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir. (2) Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang hadir. ATURAN PERALIHAN Pasal 1 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada Pemerintah Indonesia . Pasal II Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Pasal III Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pasal IV Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional. ATURAN PERTAMBAHAN (1) Dalam enam bulan sesudah akhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar ini. (2) Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar. Membangun Sistem Demokrasi dengan Empat Pilar Bangsa. Purbalingga – Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi pilihan tepat bagi bangsa Indonesia yang majemuk. Dipilihnya NKRI oleh para pendiri bangsa lantaran dinilai sebagai cara untuk mengatasi perbedaaan dari kemajemukan… Misteri Isi Roti NKRI ROTI PAWANG BUAYA NKRI adalah sepotong roti di meja besar Nusantara. Adonannya terbuat dari gula Jawa yang manis dan tepung Sumatera yang lezat. Hidangan ini selama rezim Orde Baru berkuasa, hanya sedikit memberikan kesempatan bagi penghuni nusantara dibelahan timur indonesia untuk menikmatinya. Roti NKRI yang aduhai lezat itu kemudian diperdagangkan secara bebas ke manca negara dan hasilnya laris manis. Cerita tentang roti NKRI (baca; program pembangunan) menimbulkan daya tarik berbagai kepentingan dari negara-negara besar. Sehingga suatu saat, mereka mendatangi Soeharto yang berkuasa pada masa itu untuk minta rahasia dari resep kelezatan roti dimaksud. “Apa rahasia dari kelezatan roti bermerek NKRI itu mas”, tanya para penguasa barat…? Karena kuatnya tekanan para juru masak internasional, Soeharto kemudian membuka rahasia dari isi roti NKRI. Soeharto menjawab: Roti yang dibungkus oleh tepung Sumatera dan manisnya gula Jawa mempunyai isi jutaan ton emas, Batubara, perikanan, Migas dan aneka tambang dari daerah timur raya. “ Oo my God, luar biasa aromanya,” respon para penguasa barat terhenyak. Sejak rahasia dari resep kelezatan roti itu terkuak, para komprador asing kemudian mendatangi nusantara dan membuat pabrik-pabrik raksasa untuk mengeruk dan menjarah sumber-sumber potensi alam di timur Raya secara besar-besaran. Para penguasa Barat memandang penting menguasai isi roti yang lezat itu, karna bisamembuat mereka menjadi bangsa yang bergizi, kuat, cerdas dan makmur. Berbeda dengan sebagian besar warga nusantara, yang terus-menerus dibodohi untuk tetap doyan mengkonsumsi kemasan roti bertepung Sumatera dan Gula Jawa. Pemaksaan mengkonsumsi tidak mengherankan membuat generasi Papua, Makasar dan Maluku pun mulai merasa mual dengan adonan roti yang tanpa isi dan gizi itu. Kata seorang dokter asal Timur Leste: Kalau roti itu dikonsumsi terus menerus maka generasi di timur raya akan kehilangan kekuatan dan menjadi lemah dalam menghadapi perubahan global yang makin kompititif. “Sebaiknya isi roti yang ada di timur raya diamankan agar tidak terkuras habis oleh elit pusat dan komprador asing,” lanjut dokter yang saat ini sedang membuka praktek penyembuhan di Timur Leste. Jika demikian, lantas bagaimana mengembalikan secuil roti bertepung sumatera dan gula Jawa yang telah terlanjur diperjual-belikan dengan merek NKRI…? “Tanyakan kepada rumput yang bergoyang,” kata Ebeit G. Adi. Sebuah jawab yang mencerminkan bahasa peradaban bermodal tepung Sumetara dan gula Jawa. Deklarasi Djuanda Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional. Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar ( kecuali Irian Jaya ), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut[1]. Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Pada tahun 1999, Presiden Soeharto mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara.[rujukan?] Penetapan hari ini dipertegas dengan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001, sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional. Isi dari Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 : 1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri 2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan 3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan : a. untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat b. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan c. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI Sumber: http://kotaperwira.com/berita/isi-4-pilar-nkri#ixzz1uSSkInmI daplun@kotaperwira.com Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas http://www.bhinnekatunggalika.org http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/self-publishing/2217071-pengertian-nkri/#ixzz1uSZWTlaV

Tidak ada komentar:

Posting Komentar